Langsung ke konten utama

Selamat Ulang Tahun (ditulis tgl 13 Agustus 2017)

Malam ini ditempat terakhir kami bertemu. Hampir sebulan yang lalu. Aku masih ingat wajahnya waktu itu, senyumnya, matanya, masih saja mempesona. Aku suka waktu dia memegang pena, aku suka melihat dia terlihat tidak nyaman make sepatu kantoran yang feminim itu. Waktu merubahnya sangat banyak.

2 bulan sebelumnya kami juga bertemu disini, di coffeeshop ini. pertemuan itu tidak kami rencanakan. Aku suka cara Tuhan menulis skenario ku dengannya, setidaknya sampai dia kebingungan menentukan pilihan.

Waktu itu aku masih ingat, aku baru saja menuju parkiran coffeeshop ini bersiap untuk pulang. mata ku tertuju ke seberang jalan, sekitar 12 meter dari tempat ku berdiri. Aku tidak tau kenapa harus memandang sampai sejauh itu.

Lampu merah baru saja berganti warna jadi hijau, diantara keramaian kendaraan yang lewat, aku melihatnya. Aku yakin sekali, itu dia.

Sedetik kemudian, dia melihat ke arah ku. Andai saja malam tak segelap ini, aku pasti bisa dengan jelas melihat matanya.

Aku tetap memutuskan untuk pulang waktu itu, karena beberapa alasan. Salah satunya, dia sudah bukan siapa-siapa ku. Perasaannya sudah dititipkan pada seorang pria lain yang jauh lebih bertanggung jawab dibanding aku. Yang siap menemaninya kemanapun dia mau. Tidak seperti aku yang sebisa mungkin menyembunyikan hubungan kami waktu masih bersamanya. Aku punya alasan pribadi untuk semua itu. Tapi dimata siapapun, itu cuman sekedar alibi. Aku tak bisa berkilah.

Baru saja melepas jaket bersiap untuk istirahat, sebuah pesan masuk dari dia. "dimana mas? Aku lagi di Rolag Caffee nih." ku balas cepat pesannya, "aku baru nyampe rumah. Kunci portal perumahan kebawa mas ku. Tadi baru aja di tutup orang sebelah rumah" sebelum pesan ku terbaca, aku mengirimkan pesan selanjutnya, "kalau kamu gk repot, bisa jemput aku?"

Beberapa menit kemudian, aku udah di boncengnya kembali ke Coffee Shop ini. Dia bersikeras tidak mau dibonceng, "ini motor ku, berarti ikuti aturan ku. Lagian gk ada hukum di negara manapun yang melarang wanita ngebonceng seorang pria bukan?" aku cuman bisa tersenyum mendengar jawabannya.

2 bulan yang lalu, ciri khas tomboynya masih terlihat jelas. Salah satu hal yang aku suka dari dia. Bisa dikatakan, inilah yang sejak awal membuat ku jatuh hati padanya.

Disini kami cuman sempat mengobrol kurang dari sejam. Jam 12.00 coffeeshop ini harus tutup. Salah satu pelayan menghampiri kami, menyampaikan kalau coffeeshop akan segera tutup.

Aku tidak tau, apa yg membuat ku yakin kalau dia masih memiliki perasaan yg sama sejak terakhir kali kami berpisah.
Jam 12.15 Aku mengajaknya ke salah satu tempat yang selalu jadi persinggahan ku kalau-kalau telat pulang, kalau portal perumahan sudah tertutup rapat. Di tempat itu, kami cuman berdua, hanya berdua. Hari itu aku tidak bisa menahan rindu yang bertumpuk 2 Tahun lamanya. Aku tidak peduli dia sudah jadi milik siapa, aku tidak peduli apa perasaannya masih seutuhnnya buat aku atau sudah terbagi. Aku tidak peduli. Malam ini rindu ku harus segera dituntaskan.

Satu jam lamanya kami melepas rindu. Menjadi sepasang merpati yang di mabuk cumbu. Hari itu, aku berharap banyak padanya. Berharap suatu hari nanti kami bisa mengikrarkan janji untuk setia selamanya.

"ayo cari makan, aku lapar. Tapi kali ini aku yg harus bonceng kamu" dia cuman menganguk, mengiyakan permintaan ku.

Kami mampir di salah satu gerai makanan siap saji di kota ini. Aku menghabiskan 2 bungkus nasi dan sepotong ayam yang digoreng dengan kelebihan adonan. Dagingnya hanya berisi setengah dari ukuran yg terlihat. Dia cuman memesan segelas Cola.
,
Kami melanjutkan obrolan sampai subuh. Tapi tak sedikit pun aku atau dia membahas soal rasa. Apakah rindu kita sama? Apakah kita bisa selamanya bersama?

Setelah mengantar ku pulang, setelah kami berpisah, di depan portal perumahan yang masih tertutup rapat. Setelah itu, semuanya kembali seperti biasa. Tak ada kabar yang ku sampaikan, begitu pun sebaliknya.

2 bulan Setelahnya, aku mengirimkan pesan. Menyampaikan niat ku untuk menikahinya. Dia yang memang sejak terakhir ketemu sudah memiliki seorang yang spesial selain aku, kebingungan. Dia tidak tau harus menjawab apa.

Beberapa hari kemudian, dia menghubungi ku untuk ketemu di coffeeshop ini lagi. Banyak perubahan yang terlihat padanya. Dia lebih feminim sejak terakhir kami bertemu. Walaupun terkesan tidak nyaman dengan itu semua.

Kami mengobrolkan masa-masa lalu dan alasan-alasan darinya kenapa belum bisa mengambil keputusan. Pertemuan yang berlangsung dari jam 19.00 sampai 23.00  ini tak menemukan titik akhir. Selama seminggu setelahnya obrolan kami berlanjut hanya lewat pesan. Aku berusaha semaksimal mungkin untuk membuatnya yakin pada ku, membuatnya percaya kalau aku tidak akan meninggalkanya lagi, membuatnya memaafkan kesalahan ku.

Tak peduli sampai kapan, aku akan terus berusaha meyakinkankan dia. Niat ini akhirnya berhenti saat dia memasang foto seorang yang spesial di profil media sosialnya. Aku kalah telak, berantakan, bingung, takut, takluk, seluruh tubuh ku gemetar. Aku tak tau apa lagi yang bisa ku lakukan. Aku tidak bisa marah, ini adalah karma, aku merasakan akibat atas sebab dulu meninggalkannya. Perjuangan ku selesai sampai disini.

Hari ini adalah hari ulang tahun ku. Setelah 2 minggu tidak menghubunginya. Dini hari tadi dia sempat mengirimkan ucapan atas hari kelahiran ku. Aku tidak membalasnya, takut kalau harapan terus membesar, meluap, yang jika tidak terpenuhi, bisa meledak.

Hari ini, malam ini, di coffeeshop terakhir kali kami bertemu. Aku memilih duduk di tempat dulu aku bersamanya. Membayangkan dia duduk di hadapan ku dengan senyumnya yang menawan. Di hari ulang tahun ku ini, membayangkannya adalah kado terindah yang pernah aku dapatkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cermin

" Tak ada kapoknya juga kau!" Seorang dari dalam cermin membentak ku. Wajahnya memerah, tegas, matanya membelalak, suaranya cukup buat wajah ku tertunduk takut. "apa yang kau cari? Ha? Dunia ini cuman visualisasi dari apa yg kau pikirkan, dunia ini fiktif. Njing!" dia tak berhenti mengoceh. "jika dunia ini fiktif, terus kamu itu apa?", pikir ku. Tak ada suara. "apa sudah selesai? apa dia sudah hilang?" ku angkat wajahku perlahan, dia mengikuti ku, selaras dengan gerakan ku. Ku usap rambut keriting yang sudah 6 bulan belum ku potong, dia pun begitu. Ku gerakan kepalaku, ku dekatkan wajah, mencoba menggodanya dengan senyum. Dia masih mengikuti ku. "ah akhirnya selesai" habis pikir, niat melebarkan senyum menjadi tawa, belum sedetik kemudian. Suara teriakan keluar dari dalam cermin, seolah amarahnya sudah ditahan lebih dari seabad. "Aaarrrrrrrrgghhhhhhhhhhhh........ Makhluk lemah macam apa kau ini? Kau kira aku tidak tau apa ya

Jawara

Aku tidak pernah kalah, aku benci kalah. Aku tidak boleh lari. Mereka cuman berlima. Sebelum ini aku pernah menjatuhkan 10 orang tanpa terkena pukulan sekali pun. Walaupun fisik dan kemampuan mereka tidak sepadan jika dibanding 3 orang yang yang berdiri didepan ku sekarang. 2 orang lain, bisa ku bilang tidak masuk hitungan, dari cara berdirinya terlihat jelas cuman sekedar petarung jalanan, masih amatir, bagiku mereka berdua tidak lebih dari tukang palak di gang kecil. Salah satunya malah terlihat cukup tua, kakinya gemetaran memasang kuda-kuda. Aku heran kenapa Risko memilihnya menjadi anggota. Aku mengenal mereka semua, setidaknya dari desas-desus yang sampai ke telinga ku ditambah informasi yang ku dapat dari adik ku. Dia seorang polisi, semasa hidupnya, dia selalu menceritakan kasus yang sedang dia tangani. Tidak ada rahasia yg dia sembunyikan dari ku. Diantara mereka berlima, yang bertubuh paling besar namanya Key, orang nomor tiga yang paling berpengaruh di kelompoknya. Tinggin